"Saya gak bisa selamatkan apa-apa. Pokoknya di pikiran itu cuma gendong istri yang sakit stroke, dan lari pegang tangan anak" - Pak Rasyid, suami Bu Ramia.

====

Masih membekas jelas di ingatan Pak Rasyid malam mencekam yang membuatnya kehilangan rumah. Tiba-tiba saja api membesar dengan cepat, menghanguskan dinding dan atap kayu rumahnya.

Tak banyak yang bisa Pak Rasyid selamatkan malam itu. Di pikirannya, keselamatan jiwa istri dan anaknya adalah yang utama.

"Apalagi istri saya sedang sakit stroke. Anak juga masih kecil. Gak terpikir itu mau bawa surat-surat, uang, atau baju. Pokoknya saya cuma gendong istri, lari pegang tangan anak," cerita Pak Rasyid saat mengenang peristiwa itu.

Sekarang, Pak Rasyid sekeluarga tinggal di rumah jerami. Rumah yang ia buat dengan kayu, bambu, dan jerami bekas. Dinding dan atapnya sudah banyak berlubang. Jika hujan deras, entah apa yang terjadi dengan rumah itu. Apakah bisa bertahan atau tidak.

Bu Ramia tak ingin membebani suaminya lebih lagi. Maka, ia pun berusaha untuk beraktivitas ringan mengandalkan sebilah papan meski jalannya terseok-seok.

"Istri saya minta dibuatkan papan. Katanya supaya bisa jalan sendiri," tambah Pak Rasyid.

Walau rumah ini sangat jauh dari kata layak, Pak Rasyid tetap ingin rasanya sehangat rumah mereka yang dulu. Keluarga kecil ini berkumpul, makan bersama dari hasil ladang milik mereka.

Pak Rasyid dan keluarganya tinggal di Labuan Bajo RT 09 RW 10 Kelurahan Kabir Kecamatan Pantar Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Untukmu Sahabat, yang selalu merindukan kehangatan rumah, pasti tahu betul rasanya berada di tengah-tengah Pak Rasyid dan keluarga. Berkenankah Sahabat untuk memberikan rumah yang lebih layak dan hangat untuk Pak Rasyid?