"Kalau tidak ada lauk yang bisa dimasak, kami mencari daun singkong yang ada di sekitar hutan untuk lauk makan para santri. Maklum mas, pesantren kami ini letaknya di tengah hutan, jadi makan juga memanfaatkan hasil alam..." Ujar pengurus salah satu pondok pesantren penghafal Quran di Kabupaten Batang, yakni Pondok Pesantren Al-Mumtaza.

Santri penghafal Qur’an di ponpes Al-Mumtaza didominasi oleh anak-anak yang berasal dari keluarga prasejahtera. Mereka datang dari berbagai daerah di pelosok negeri dengan satu mimpi, yaitu ingin menjadi seorang hafidz dan hafidzah di masa depan. Kini, ada sekitar 20 santri yang menggantungkan pendidikannya di pesantren ini.

Para santri pun tida dituntut untuk membayar sejumlah uang pendidikan tahfidz di sana. Mereka diizinkan untuk menimba ilmu di sana dengan sedekah seikhlasnya.

Mereka tentunya ingin juga merasakan makanan yang lezat dan bergizi seperti ikan atau daging, karena lauk tersebut termasuk mewah bagi mereka. Para santri di ponpes tersebut selalu makan dengan lauk seadanya. Pernah suatu hari ada orang baik yang memberikan mereka ikan pindang untuk lauk makan siang bersama. Mereka sangat senang dan bergegas menggelar terpal. Saking senangnya, mereka tak berhenti mengucap syukur atas nikmat Allah dan mendokumentasikan momen tersebut.

Sahabat, Pondok Pesantren Al Mumtaza bukan satu-satunya pesantren yang kesulitan memenuhi kebutuhan pangan bergizi untuk para santrinya. Masih terdapat banyak pondok pesantren di Kabupaten Batang yang ditempati oleh para santri dhuafa dan kesulitan memenuhi pangan para santrinya.

"Barangsiapa yang memberi makan kepada seorang mukmin hingga membuatnya kenyang dari rasa lapar, maka Allah akan memasukkannya ke dalam salah satu pintu surga yang tidak dimasuki oleh orang lain." (HR.Thabrani).