Meskipun belajar di ruang kelas tanpa dinding dan beratapkan terpal, hal itu tak menurunkan semangat para santri di Pondok Pesantren Sohibul Quran yang terletak di Kp. Cijambe, Desa. Caringin, Kec. Kadupandak, Kab.Cianjur. Pondok yang hanya memiliki satu guru yakni Ustadz Sumantri ini merupakan satu-satunya tempat beranung anak-anak untuk menuntut ilmu agama, mereka harus berjalan naik turun bukit sejauh 15 KM jika ingin belajar di pondok pesantren yang lebih layak.

Pondok Pesantren Sohibul Quran terbagi menjadi beberapa bangunan, ruang kelasnya terbuka, tak ada dinding bak sebuah gubuk di sawah, dan tak mampu menampung santri yang kini berjumlah sekitar 50 orang tersebut. Adapun tempat mereka beristirahat adalah sebuah rumah panggung dengan dinding bilik yang sudah berdiri selama 30 tahun tanpa renovasi. Beranda rumah tersebut juga sering kali digunakan untuk belajar dan shalat berjamaah. Matahari yang langsung menyorot beranda rumah membuat para santri kepanasan dan sulit fokus untuk belajar. Sementara itu, jika hujan deras, genteng sering berjatuhan dari rumah tersebut dan pecah karena sudah rapuh. Sehingga para santri yang tengah melaksanakan shalat berjamaah pun sering kebasahan.

Meja yang digunakan oleh para santri merupakan meja alakadarnya yang terbuat dari kayu. Meja tersebut memaksa para santri belajar dengan postur tubuh yang tak seharusnya selama berjam-jam. Begitupun dengan papan tulisnya kecil dan dibuat dengan bahan seadanya. Karena hanya ada satu, Ustadz Sumantri harus menggotong papan tulis jika akan mengajar di ruang kelas lainnya.

“Pengen banget gak kepanasan dan kehujanan kalau belajar,” ucap salah satu santri.

Ustadz Sumantri mengajar di pondok ini dengan sukarela, tanpa memungut sedikitpun biaya. Ia tulus mengajar anak-anak setempat meskipun tak menerima gaji. “Ibaratnya mah saya udah mewakafkan diri saya sebagai guru di sini, saya ikhlas gak dibayar yang penting anak-anak di sini bisa ngaji dan dapet ilmu,” ucapnya. Untuk makan sehari-hari, Ustadz Sumantri menggelontorkan dana miliknya dari bertani untuk makan dengan sukarela. Karena melihat ketulusan hati gurunya, para santri pun seringkali membantu Ustadz Sumantri bekerja di sawah.

Hal itu juga yang mendasari kenapa bangunan pondok ini hanya alakadarnya. Sebenarnya warga setempat ingin membantu mendirikan bangunan yang lebih layak. Namun, kebanyakan dari mereka adalah buruh tani dengan gaji yang hanya cukup digunakan sehari-hari, karenanya mimpi mereka untuk mewujudkan pembangunan terus tertunda.

Meskipun pondok ini bukan pondok modern, para santri di sini sudah terbiasa menggunakan Bahasa inggris dan arab dalam kesehariannya. Seharusnya, semangat para santri bisa didukung dengan fasilitas yang lebih mumpuni, bukan?

Sobat Quran, para santri di Pondok Pesantren Sohibul Quran merupakan bibit generasi muslim yang sudah seharusnya kita jaga dan dukung bersama. Karenanya, maukah Sobat Quran menjaga semangat mereka dengan mendirikan bangunan Pondok Pesantren Sohibul Quran yang lebih layak?